Painan – Suasana penuh khidmat mewarnai Kenagarian Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Minggu (28/09). Ribuan masyarakat tumpah ruah menghadiri Alek Gadang, sebuah tradisi adat besar berupa pelewaan basamo penghulu, ninik mamak, dan imam khatib.
Acara adat ini menjadi bukti nyata bahwa budaya Minangkabau tetap terjaga dan terus diwariskan lintas generasi. Kehadiran masyarakat yang begitu besar menunjukkan antusiasme terhadap nilai-nilai adat yang masih dijunjung tinggi.
Bupati Pesisir Selatan, Hendrajoni, hadir langsung bersama sang istri, Lisda Hendrajoni, yang juga Anggota DPR RI. Kehadiran keduanya menjadi sorotan sekaligus bentuk nyata dukungan pemerintah terhadap pelestarian adat dan budaya.
Bupati dan istri tampak larut dalam prosesi sakral. Mereka menyaksikan rangkaian acara dari awal hingga akhir dengan penuh perhatian.
Kehadiran kepala daerah dalam acara adat seperti ini dinilai masyarakat sangat penting. Selain memberi penghargaan kepada tokoh adat, juga menguatkan hubungan emosional antara pemimpin dan rakyat.

Amanah Besar
Bupati Hendrajoni menegaskan bahwa gelar Datuak bukan sekadar simbol kehormatan. Menurutnya, gelar ini adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
“Seorang Datuak harus mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi. Ia harus mendengarkan aspirasi rakyat, menengahi konflik dengan bijak, serta menjadi teladan dalam menjaga solidaritas dan persatuan,” ujar bupati.
Lebih lanjut ia menyampaikan, penghulu memiliki posisi strategis dalam membina kehidupan bermasyarakat. Keputusan dan kebijaksanaan para penghulu menjadi penopang bagi kokohnya nagari.
“Jika para Datuak menjalankan perannya dengan baik, maka nagari akan mampu menghadapi berbagai tantangan zaman,” tambahnya.

Awal Pengabdian
Bupati juga menekankan bahwa pemberian gelar Datuak bukan akhir dari perjalanan seorang penghulu. Justru dari sinilah awal pengabdian yang sesungguhnya dimulai.
“Tanggung jawab sosial dan moral seorang Datuak akan semakin berat. Namun di situlah makna sejati kepemimpinan adat sesungguhnya,” tegasnya.
Alek Gadang kali ini memang berbeda. Sebanyak 80 orang penghulu resmi disandangkan gelar Datuak secara bersamaan. Jumlah ini cukup besar dan menjadikan prosesi lebih bersejarah.
Rangkaian adat berjalan dengan khidmat. Dari awal hingga akhir, setiap tahap prosesi dijalankan sesuai dengan aturan adat Minangkabau.
Doa, restu dan iringan adat turut menguatkan sakralitas acara tersebut. Masyarakat yang hadir pun terlihat begitu antusias.
Ribuan warga menyemut di lokasi acara. Dari orang tua, tokoh adat, hingga generasi muda, semua hadir menyaksikan momentum penting itu.
Antusiasme masyarakat menunjukkan bahwa tradisi adat masih melekat kuat dalam kehidupan sosial. Alek Gadang bukan sekadar acara seremonial, melainkan bagian dari jati diri nagari.

Miliki Makna Mendalam
Lisda Hendrajoni, Anggota DPR RI yang juga istri Bupati, turut memberikan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan Alek Gadang. Ia menyampaikan bahwa acara ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Minangkabau.
Menurut Lisda, Alek Gadang tidak hanya memperkuat ikatan sosial, tetapi juga menjaga kelestarian budaya Minangkabau yang diwariskan leluhur.
“Tradisi seperti ini harus terus kita lestarikan. Selain mempererat persaudaraan antar warga, juga menjadi pengingat bahwa adat adalah benteng moral dan jati diri masyarakat Minangkabau,” ungkapnya.
Ia berharap para penghulu yang telah dikukuhkan mampu menjadi teladan. Tugas mereka bukan hanya menjaga marwah nagari, tetapi juga membina generasi muda agar tetap berpegang pada nilai adat.
“Seorang penghulu harus arif, bijaksana, dan mampu menjaga keseimbangan. Dengan begitu, nagari akan tetap kokoh dalam bingkai adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah,” ujarnya menambahkan.
Dengan berakhirnya prosesi pelewaan, Alek Gadang di Kenagarian Kambang meninggalkan kesan mendalam. Rasa bangga, haru, dan syukur menyelimuti masyarakat.
Selain mengukuhkan 80 penghulu, kegiatan ini sekaligus mempertegas komitmen bersama untuk menjaga adat dan budaya. Warisan leluhur ini diyakini akan terus hidup dan menjadi pegangan generasi mendatang. (*)